Pacaran, No Way


Jatuh cinta berjuta rasanya. Tak tertuliskan dengan kalimat apa pun. Tak terucapkan dengan kata-kata apa pun. Segalanya adalah dia. Dia, dia, dia, dan hanya dia.

Emang, ya, kalau ngomongin jatuh cinta, nggak pernah ada habisnya. Dua puluh jam rasanya kurang buat nyeritain sang pujaan hati.

Kalau nggak ditelepon, dunia seakan sepi seperti kuburan. Kalau nggak dengar kabarnya sebentar aja, hidup jadi hambar dan nggak ceria.

Kadang, orang jatuh cinta emang lebay.

Tapi, semua orang nggak bisa lari dari kenyataan untuk jatuh cinta.  Siapa pun, nggak peduli anak pejabat, kiai, becak, pengusaha, pengemis, penjual jamu, atau siapa saja, pasti pernah atau akan mengalami jatuh cinta.

Itu lazim. Sangat lazim.

Saking lazimnya, sampai-sampai fenomena jatuh cinta "disakralkan" oleh kaum muda menjadi pacaran.

Pacaran dimulai dari proses tembak menembak alias menyatakan cinta. Nggak tanggung-tanggung, proses ini banyak yang dikemas sedemikian unik, berkesan dan romantis. Kalau sasaran udah kena tembak, maka hubungan pun berlanjut pada pacaran.

l LOVE YOU

MANA BUKTINYA?

Jangankan anak SMP, anak SD pun sekarang sudah banyak yang ikut-ikutan pacaran.

Belum lagi, masuknya budaya barat lewat media baik visual maupun audio visual, udah nggak terbendung lagi.

Pergaulan lawan jenis dipertontonkan dengan sangat manis dan apik. Kisah-kisah percintaan dengan tokoh murid SD pun banyak bermunculan.

Alhasil, beginilah. Seperti yang bisa kita lihat bersama-sama. Pergaulan bebas menjamur. Pacaran seolah jadi fase wajib dalam perkembangan remaja.

Remaja muslim pun nggak mau ketinggalan. Mereka menggandeng lawan jenis, jalan-jalan berdua, bermesra-mesraan, bahkan sampai berzina.

Gaya berpacaran juga beragam. Mulai long distance relationship, yang ngobrol di telepon tengah malam dan bahas hal-hal intim, sampai ada juga yang to the point bilang:

"Kalau kamu cinta sama aku, maka serahkan semua milikmu sebagai bukti kau cinta."

Akhirnya, hubungan suami istri jadi hal lumrah. Hamil di luar nikah pun jadi santai saja.

Ada juga yang malu-malu tapi mau. Sok islami, tapi mau diajak nonton berdua, dipegang tangannya, direngkuh bahunya, dan seterusnya.

Pakai kerudung sih, pakai kerudung, tapi kelihatan mojok berdua di kafe remang-remang. Kalau udah kayak gitu, yang ketiga jelas setan dong.

Sekarang gini, deh. To the point aja ya. Sebenarnya, Islam itu ngebolehin pacaran nggak sih?

Dalam islam, hubungan dengan lawan jenis sebelum pernikahan hanya ada bentuk ta'aruf dan bertunangan.

Secara bahasa, ta'aruf bisa bermakna berkenalan atau saling mengenal. Asalnya berasal dari kata ta'arafa.

Dalam al-Qur'an, Allah Swt. berfirman:

"Hai, Manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenali."
(QS. al-Hujurat[49]:13)

Saling mengenal dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menciptakan kita dengan perbedaan bangsa dan suku supaya kita semua bisa saling mengenal satu sama lain, termasuk laki-laki dan perempuan.

Pengenalan dalam hal ini pun jelas tujuannya, yakni untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan.

Orang berta'aruf pun ada aturan mainnya, lho!

Cewek dan cowok yang lagi ta'aruf tetap nggak boleh berduaan di tempat sepi, karena akan masuk kategori khalwat yang sangat dilarang oleh islam.

Kalau cowok dan cewek berduaan, maka ada pihak ketiga yang siap menjebak. Siapa lagi kalau buka setan.

Setan pakai cara ekstrem, yakni menyalahgunakan nafsu keduanya agar nggak bisa lagi dikendalikan.

Oleh karena itu, ketika cowok dan cewek melakukan ta'aruf, maka harus ada keluarga yang mendampingi atau orang tertentu yang layak untuk menjadi media penyatuan hati keduanya.

Orang yang mendampingi juga nggak sembarang orang. Harus orang yang tahu benar tentang ajaran dan aturan Islam, bijaksana, dan punya pengaruh besar terhadap keputusan dilaksanakannya pernikahan.

Gitu, Friends!

Selain ta'aruf, ada lagi hubungan lawan jenis yang mengikat sebelum pernikahan, yakni pertunangan.

Dalam Islam, pertunangan adalah permintaan seorang lelaki kepada perempuan untuk dijadikan istri.

Sebelum urusan lamaran atau pertunangan dilakukan, ada beberapa syarat yang perlu dipatuhi.

1. perempuan yang akan dipinang bukan istri orang lain;
2. perempuan yang akan dipinang, bukan tunangan orang lain;
3. perempuan yang akan dipinang tidak dalam masa iddah;
4. perempuan yang akan dipinang bukan muhrimnya.

Kalau salah satu syarat tersebut dilanggar maka pertunangan nggak akan bisa dilaksanakan.

Dan, satu hal lagi yang perlu diingat, bahwa laki-laki dan perempuan yang sudah terikat pertunangan bukan berarti bebas melakukan apa saja, karena belum terikat pernikahan.

Jadi, berduaan tetap nggak boleh. Kalau sampai kebablasan, walaupun keduanya sudah terikat pertunangan, tetap saja dihukum zina.

Hukum zina? Tentu saja haram alias berdosa besar.

Nah, dari semua penjelasan tersebut, berarti pacaran termasuk kategori mana ya?

Ta'aruf atau tunangan?

Dua-duanya nggak!

Kok, bisa?

Bisa, dong!

Ta'aruf dan tunangan itu sudah terkonsep sekaligus terjaga kok.

Lihat saja fenomena pacaran sekarang. Mana ada nilai-nilai islaminya?

Walau dikemas dengan istilah religius, seperti pacaran islami, ta'aruf gaul, atau apa, kek, tetap saja mereka berduaan, pegangan tangan, pelukan, ciuman, sampai berzina.

Yang begituan, di bagian mana ada nilai islaminya?

Apalagi kalau sudah tunangan. Keluarga seolah-olah sudah merestui. Jadi, berduaan pun dibiarin. Pulang tengah malam juga nggak masalah.

"Kan, dia tunanganku."

"Kan, entar aku juga jadi suaminya."

"Kan, Mama ngizinin, masbuloh?"

Dan seterusnya, dan seterusnya.

Padahal, aturannya jelas bahwa laki-laki dan perempuan yang bukan mahram harus "jaga jarak". Tapi, melihat fenomena anak muda yang pacaran saat ini, rasanya semua aturan itu kayak nggak penting banget.

Ironis banget!

Tapi, inilah kenyataannya sekarang. Hampir semua muda-mudi sekarang punya pacar.

Dulu, pacaran oleh masyarakat kita dianggap tabu dan nggak pantas. Lambat laun, keadaan berbalik, justru yang nggak pacaran itu kuper, kuno, dan naif.

Dulu, pacaran cuma berani dilakukan oleh orang-orang yang nggak berjilbab, sekarang, pakai jilbab pun banyak. Yang pakai jilbab dan hamil duluan pun juga banyak.

Yang kelihatannya alim banget, tiba-tiba melakukan tindakan asusila. Yang berasal dari keluarga darah biru, tiba-tiba kesambet setan sampai menghamili anak orang.

Yang pintar banget pun, kalau sudah jatuh cinta, kepintarannya jadi nggak berfungsi. Nafsu membawahi semua akal sehat. Jadilah, banyak orang yang terjebak dalam kenistaan.

Inilah yang perlu kita waspadai. Masalah moral memang sangat krusial. Dalam hubungan apa pun, moralitas biasanya dijadikan pijakan agar hubungan itu selalu berjalan baik. Apalagi dalam hubungan cinta, pengaruh moral yang buruk akan berakibat fatal.

So, bagaimana agar moralitas positif kita kuat?

Tahan godaan, di zaman serbabebas saat ini?

Iman!

Ya, kita harus mendekatkan diri kepada Allah Swt, meminta perlindungan tanpa putus kepada-Nya, dari segala hal yang bisa merusak akhlak.

Lakukan hubungan semesra mungkin dengan Allah Swt, agar Dia senantiasa mlindungi kita dari pengaruh jahat setan.

Ikuti aturan agama kita. Jangan buat aturan sendiri. Jangan menyepelekan, apalagi melanggar.

Pacaran itu nggak ada dalam Islam. So, kalau emang kamu jatuh cinta, maka perlakukan cinta dengan baik. Siap jatuh cinta, berarti siap untuk serius. Siap untuk meraih ridha Allah Swt. ke jenjang pernikahan.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter